Laba Rugi Selisih Kurs

Anda mungkin pernah mendengar tentang kurs Menteri Keuangan yang biasanya diumumkan di surat kabar seminggu sekali (setiap hari selasa). Mengapa Menteri Keuangan harus menentukan kurs tersendiri, yang nilainya sering berbeda dengan kurs Bank Indonesia? Apa gunanya Kurs Menteri Keuangan? Apakah untuk menghitung laba atau rugi selisih kurs menurut pajak harus menggunakan kurs Menteri Keuangan? Setelah mempelajari materi berikut ini, kita akan dapatmenjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dari WP tentang selisih kurs dan kurs Menteri Keuangan.
MACAM-MACAM KURS
Terdapat berbagai jenis kurs valuta asing yang sering digunakan. Kurs-kurs valuta asing tersebut adalah:
1.  Kurs Menteri Keuangan
Kurs Menteri Keuangan adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Mulai 1 Oktober 1997 kurs Menteri Keuangan ditetapkan setiap minggu.
2.  Kurs Realisasi
Kurs realisasi yaitu kurs yang sebenarnya terjadi pada waktu perusahaan merupiahkan valas atau pada waktu perusahaan membeli valas.
3.  Kurs Bank Indonesia (kurs BI)
Kurs BI digunakan untuk mencatat hutang piutang serta transaksi dalam valuta asing. Kurs BI terdiri dari kurs beli Bank dan kurs jual Bank. Kurs BI yang digunakan sebagai dasar pembukuan yaitu kurs tengahnya yang merupakan rata-rata antara kurs jual dan kurs beli BI.
A. Kurs Menteri Keuangan RI.
Pajak-pajak yang terutang dalam valuta asing harus terlebih dahulu dinilai ke dalam mata uang rupiah. Untuk kepentingan tersebut, perlu ditetapkan keputusan tentang nilai kurs sebagai dasar pelunasan. Oleh karena itu, Kurs Menteri Keuangan digunakan untuk :
a.  Perhitungan pelunasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN-Impor, PPh Pasal 22 sesuai dengan tanggal Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD);
b.  Perhitungan PPN dan PPnBM sesuai tanggal Faktur Pajak, apabila pembayaran, Harga Jual, atau Nilai Penggantian dilakukan dengan mata uang asing (Pasal 31 PP No. 143/2000);
c.  Perhitungan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 apabila penghasilan diterima dalam mata uang asing;
d.  Perhitungan Pajak Ekspor;
e.  Perhitungan Pajak-Pajak Final yang dibayarkan dalam valuta asing.
Contoh 1 :
Pada tanggal 30 Juni 2009 PT. A (PKP) menjual barang secara kredit kepada PT. B (PKP) seharga $10,000 (belum termasuk PPN). FP Standar dibuat tanggal 31 Juli 2009 dan dilunasi tanggal 13 Agustus 2009. Kurs Menteri Keuangan, periode 25 s.d. 30 Juni 2009 Rp.10.000,00 periode 29 Juli s.d 4 Agustus Rp.10.100,00 dan Periode 11 s.d. 16 Agustus 2009 Rp.10.200,00.
Maka perhitungan PPN sebagai berikut :
Faktur Pajak dibuat pada tanggal 31 Juli 2009. Saat itu kurs Menteri Keuangan adalah Rp.10.100,00 maka PPN dihitung sebesar 10% x $ 10,000 xRp.10.100,00 = Rp.10.100.000,00
B. Kurs Tengah Bank Indonesia
Kurs Tengah BI digunakan oleh perusahaan yang pembukuannya dengan rupiah untuk membukukan transaksi-transaksi yang nilainya dalam valuta asing. Perbedaan selisih kurs BI yang terjadi pada saat membukukan hutang piutang valas dengan kurs BI pada saat realisasi menimbulkan laba atau rugi selisih kurs.
Contoh 2 :
Sama seperti contoh 2, pada tanggal 30 Juni 2009 PT. A (PKP) menjual barang secara kredit kepada PT. B (PKP) seharga $ 10,000 (belum termasuk PPN). Penjualan tersebut dilunasi tanggal 13 Agustus 2009. Kurs Tengah BI 30 Juni 2009 Rp.10.200,00 dan kurs realisasi tanggal 13 Agustus 2009 Rp.10.300,00
Maka perhitungan laba/rugi selisih kurs sebagai berikut :
Penjualan PT A = $ 10,000 x Rp.10.200,00 (kurs BI – 30 Juni)
=   Rp.102.000.000,00
Jumlah yang dibayar PT. B
=   Rp 103.000.000,00
Selisih kurs = $ 10,000 x (Rp.10.300,00 – Rp.10.200,00)
=   Rp.    1.000.000,00
   Tgl.       Jurnal PT. A                                                                             
30/06       Piutang Dagang (Dr)              Rp.102.000.000,00                                                          Penjualan (Cr)                        Rp.102.000,000,00
Tgl.           Jurnal PT. B
30/06       Pembelian (Dr)                        Rp.102.000.000,00                                                      Utang Dagang (Cr)                  Rp.102.000.000,00
Tgl.            Jurnal PT A
13/08        Kas/ Bank (Dr)                        Rp.103.000.000,00                                                 Piutang Dagang (Cr)           Rp.102.000.000,00
Laba Selisih Kurs (Cr)          Rp     1.000.000,00
Tgl.          Jurnal
13/08        Utang Dagang  (Dr)             Rp.102.000.000,00
Rugi Selisih kurs (Cr)        Rp     1.000.000,00
Kas/Bank  (Cr)                  Rp.  103.000,00

Contoh 3 :
Pada tanggal 30 April 2009 PT. MQ mendepositokan uangnya $ 10,000 dengan kurs jual BI Rp.12.457,00 atau dikeluarkan uang Rp.124.570.000,00 dalam jangka waktu 6 bulan, jatuh tempo 31 Oktober 2009, pada saat pencairan kurs beli bank misalnya Rp.13.200,00.
Maka perhitungan keuntungan selisih kurs PT MQ sebagai berikut :
Rupiah yang dikeluarkan ($10,000 x Rp.12.457,00)= Rp 124.570.000,00
Rupiah yang diterima ($10,000 x Rp.13.200,00)      = Rp 132.000.000,00
Keuntungan selisih kurs $10,000 x (Rp.13.200,00 – Rp.12.457,00) = Rp     7.430.000,00
SELISIH KURS AKHIR TAHUN
PSAK mensyaratkan hutang piutang dalam valuta asing pada akhir tahun harus dinyatakan dalam kurs per tanggal 31 Desember. Pajak memberikan pilihan bagi WP, baik untuk menyesuaikan nilai hutang piutang valas pada akhir tahun (berdasarkan kurs BI) maupun tidak, asalkan dilaksanakan secara taat asas/konsisten. Apabila WP tidak menyesuaikan nilai hutang piutang valas sesuai kurs pada akhir tahun berarti WP menggunakan sistem kurs tetap.
Contoh 4 :
Pada tanggal 15 November 2009 PT XYZ mendapat pinjaman US $1,000,000 dalam jangka waktu 2 tahun atau akan jatuh tempo 14 November 2011.
kurs tengah BI      15-11-2009          Rp.12.000,00
31-12-2009          Rp.11.000,00
31-12-2010          Rp.13.000,00
14-11-2011          Rp.12.000,00
Maka perhitungan laba/rugi selisih kurs sebagai berikut :

a.  Pembukuan berdasarkan Kurs Tetap
Pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya pembayaran utang valas, tiap-tiap akhir tahun (31 Desember) tidak mengakui adanya selisih kurs.
15-11-2009 Pembukuan utang valas     Rp.12.000.000.000,00
14-11-2011 Pembayaran                       Rp.12.000.000.000,00
tidak ada L/R selisih kurs                                    –
  
b.  Pembukuan berdasarkan Kurs Tengah BI
Pada tiap-tiap akhir tahun dapat mengakui rugi selisih kurs.
15-11-2009 Pembukuan utang valas     Rp.12.000.000.000,00
31-12-2009 Utang valas menjadi          Rp.11.000.000.000,00
Laba selisih kurs                     Rp.  1.000.000.000,00
31-12-2010 Utang valas                        Rp.11.000.000.000,00
31-12-2010 Utang valas menjadi          Rp.13.000.000.000,00
Rugi selisih kurs                      Rp.  2.000.000.000,00
31-12-2010 Utang Valas                       Rp.13.000.000.000,00
14-11-2011 Jatuh tempo                       Rp.12.000.000.000,00
14-11-2011 Laba selisih kurs                Rp.  1.000.000.000,00
Perhatikan bahwa sebenarnya pembukuan berdasarkan kurs tetap maupun pada akhir tahun menghasilan jumlah laba atau rugi selisih kurs yang sama. Laba dan rugi selisih kurs yang terjadi akibat mengunakan kurs tengah BI pada contoh diatas bila dijumlahkan adalah nihil. Hasil nihil tersebut sama dengan hasil bila menggunakan kurs tetap. Tetapi mengingat PSAK mengharuskan penyesuaian kurs valas pada akhir tahun maka disarankan WP menggunakan sistem kurs tengah BI agar pembukuan komersial dan pembukuan fiskal tidak jauh berbeda.

Di dalam undang-undang pajak penghasilan ketentuan yang mengatur mengenai laba/rugi selisih kurs ini terdapat di dalam pasal 4 dan 6. Di dalam pasal 4 ayat (1) yang mengatur mengenai objek pajak disana disebutkan bahwa keuntungan akibat fluktuasi kurs merupakan salah satu objek pajak penghasilan. Dan sebaliknya di dalam pasal 6 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan UU 36 tahun 2008 disebutkan bahwa salah satu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah kerugian dari selisih kurs. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Sebenarnya pembahasan mengenai laba rugi kurs ini terkait erat dengan pembukuan mata uang asing. Namun agar pembahasannya tidak terlalu melebar maka akan difokuskan terhadap perlakuan pajak atas laba rugi selisih kurs, sedangkan pembukuan mata uang asing akan ditulis secara umum saja.
Siapa yang diperbolehkan menggunakan mata uang asing
Wajib Pajak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
WP apa saja yang diperbolehkan menggunakan pembukuan mata uang asing:
1.    Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing;
2.    Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;
3.    Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturanPerundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
4.    Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;
5.    Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;
6.    Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uangDollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;atau
7.    Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh.
Perlakuan Fiskal
Pasal 4 ayat (1) huruf I, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing termasuk penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan. Pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Oleh karena itu keuntungan selisih kurs yang diperoleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi harus dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak penghasilan.
Pasal 6 ayat (1) huruf e, kerugian karena selisih kurs mata uang asing merupakan unsur pengurang penghasilan bruto. Kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan :
1.    Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut.
2.    Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang penghasilan sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Pada prinsipnya, untuk transaksi dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan mata uang selain Dollar Amerika Serikat, konversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat tetap pada saat terjadinya transaksi dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia. Namun demikian untuk praktisasi, semua biaya operasional dalam Rupiah yang dikeluarkan melalui kas kecil, dapat dikonversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia pada akhir bulan dilakukannya transaksi-transaksi tersebut.
Sebagai contoh misalnya terdapat perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor yang di dalam kegiatan usahanya tersebut terdapat keuntungan karena selisih nilai tukar mata uang asing dengan rupiah. Adapun sistem pembukuan yang dianut adalah bisa menggunakan system kurs historis ataupun sistem kurs tengah Bank Indonesia. Apabila menggunakan semua system kurs tengah maka semua transaksi pengakuan hutang dan piutang atau penambahan asset dan liabilities dicatat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal terjadinya transaksi. Pada akhir tahun dilakukan penyesuaian pada pos-pos moneter dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal laporan (31 Desember). Akibat dari penyesuaian ini maka akan terjadi pengakuan unrealised loss atau gain dari fluktuasi kurs. Nah atas unrealized loss atau gain inilah yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di dalam pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan atau malah menjadi objek pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.

Laba rugi Selisih Kurs karena fluktuasi moneter harus dibukukan dan divcatat sesuai ketentuan yang berlaku sbb:

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.31/1997 tanggal 13 Agustus 1997 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs antara lain ditegaskan: 

Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, kerugian karena selisih kurs mata uang asing merupakan unsur pengurang penghasilan bruto. Kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas.

Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan :

1) Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut. 

2) Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanan dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.

3) Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang penghasilan sepanjang Wajib Pajak mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara taat asas / konsisten sesuai bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.

4) Berdasarkan hal tersebut di atas, maka saat menggunakan pembukuan dengan kurs tengah Bank Indonesia atau sesuai dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau sesuai dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun dan dilakukan secara taat asas, sepanjang sesuai bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya. 

5) Kerugian selisih kurs tersebut merupakan unsur pengurang penghasilan bruto, walaupun belum terjadi realisasi pembayaran.
Sepertinya di PSAK no 10 paragraf 9 sudah jelas :
09 Pada setiap tanggal neraca:
(a) pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke
dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila
terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat
digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif..
Jadi, setiap akhir bulan anda buat neraca, kursnya disesuaikan juga pada tanggal neraca periode tersebut..

Referensi:
1. UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan UU nomor 36 tahun 2008
2. PMK 196/PMK.03/2007
3. SE-03/PJ.31/1997
4. S-90/PJ.312/1996


1 comment: