Tata Cara Pemeriksaan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 17/PMK.03/2013

                        TENTANG

                    TATA CARA PEMERIKSAAN

                          DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                         MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.     bahwa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
    Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir
    dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011;
b.     bahwa ketentuan mengenai pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan
    pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan
    tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
    191/PMK.03/2007 tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan
    Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
    Pidana Di Bidang Perpajakan;
c.    bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a juga terkait dengan ketentuan mengenai tata
    cara penyegelan dalam rangka pemeriksaan pajak yang saat ini diatur dalam Peraturan Menteri
    Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan
    di Bidang Perpajakan;
d.     bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
    Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
    ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pajak, tata cara pengungkapan ketidakbenaran pengisian
    Surat Pemberitahuan, tata cara penerbitan surat ketetapan pajak atas permohonan pengembalian
    kelebihan pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti
    permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan tata cara penyegelan;
e.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
    serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17B ayat (1a), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (1)
    Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta Pasal 8 ayat
    (8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
    Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan;

Mengingat :

1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
    2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4999);
2.     Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
    Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);

                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN.


                        BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.     Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
    KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2.     Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
    bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
    menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
    melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
3.     Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan
    Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang
    dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
4.     Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
5.     Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau
    penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data
    dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka
    menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
    mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
6.     Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli
    yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
    melaksanakan Pemeriksaan.
7.     Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak
    yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut
    sebagai Pemeriksa Pajak.
8.     Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan
    Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
    tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
9.     Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya
    Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
    untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
10.     Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan mengenai dilakukannya
    Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
    untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.     Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data
    dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah
    harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
    berupa neraca dan laporan laba rugiuntuk periode Tahun Pajak tersebut.
12.     Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh
    komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape
    backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
13.     Tempat Penyimpanan Buku, Catatan, Dan Dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib
    Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh pihak lain.
14.     Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang
    bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau
    alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan
    benda-benda lain.
15.     Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang
    dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan,
    dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan
    dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
16.     Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi
    tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi,
    perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi
    administrasi.
17.     Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak
    atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil
    Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik
    yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.
18.     Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
    rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak
    dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
19.     Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang
    pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta
    sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
20.     Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang selanjutnya disebut LHP Sumir adalah laporan tentang
    penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak.
21.     Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan
    tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
22.     Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan
    surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian
    tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
23.     Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib
    Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.


                        BAB II
                     TUJUAN PEMERIKSAAN

                        Pasal 2

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.


                        BAB III
                      PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN
                   PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

                           Bagian Kesatu
                    Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan

                        Pasal 3

Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu,
beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.


                        Pasal 4

(1)     Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap
    Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
(2)     Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal
    memenuhi kriteria sebagai berikut:
    a.     Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang
        mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
        pada ayat (1);
    b.     Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
    c.     Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
    d.     Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau
        akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
    e.     Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena
        dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
    f.     Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui
        jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan
        Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau
    g.     Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan
        berdasarkan analisis risiko.


                        Pasal 5

(1)    Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 4 dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
(2)    Terhadap Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan dengan Pemeriksaan
    Kantor, dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib
    Pajak yang memenuhi persyaratan:
    a.     laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh akuntan publik
        atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak
        yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
        dan
    b.     Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, atau
        penuntutan tindak pidana perpajakan, dan/atau Wajib Pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak
        pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
(3)     Terhadap Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a sampai
    dengan huruf e, penentuan jenis pemeriksaannya diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4)    Terhadap Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f dan
    huruf g dilakukan dengan jenis PemeriksaanLapangan.
(5)     Dalam hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing
    dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan
    Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan.


                            Bagian Kedua
                      Standar Pemeriksaan

                        Pasal 6

(1)     Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai
    dengan standar Pemeriksaan.
(2)     Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu
    Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan.
(3)     Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum Pemeriksaan,
    standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.


                        Pasal 7

(1)     Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitandengan persyaratan
    Pemeriksa Pajak.
(2)    Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
    a.    telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan
        sebagai Pemeriksa Pajak;
    b.     menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama;
    c.    jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan
        negara; dan
    d.     taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
(3)    Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh
    tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.


                        Pasal 8

Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai
standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a.     pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan
    Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak,
    menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit program),
    serta mendapat pengawasan yang seksama;
b.     Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan
    sesuai dengan programPemeriksaan (audit program) yang telah disusun;
c.     temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan
    ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan;
d.     Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang
    ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap
    sebagai anggota tim;
e.     tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang
    memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari
    instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, sebagai
    tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;
f.     apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat
    dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
g.     Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat
    kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau atau
    tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
h.     Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
    dan
i.     pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.


                        Pasal 9

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan
dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a.     KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
    1)     bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan;
    2)     bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan denganWajib Pajak mengenai
        temuan hasil Pemeriksaan;
    3)     dasar pembuatan LHP;
    4)     sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh
        Wajib Pajak; dan
    5)     referensi untuk Pemeriksaan berikutnya.
b.     KKP harus memberikan gambaran mengenai:
    1)     prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan;
    2)     data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
    3)     pengujian yang telah dilakukan; dan
    4)     simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.


                        Pasal 10

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam
bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a.     LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai
    dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat
    tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan,
    dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b.     LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
    1)     penugasan Pemeriksaan;
    2)     identitas Wajib Pajak;
    3)     pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
    4)     pemenuhan kewajiban perpajakan;
    5)     data/informasi yang tersedia;
    6)     buku dan dokumen yang dipinjam;
    7)     materi yang diperiksa;
    8)     uraian hasil Pemeriksaan;
    9)     ikhtisar hasil Pemeriksaan;
    10)     penghitungan pajak terutang; dan
    11)     simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.


                            Bagian Ketiga
                        Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak

                        Pasal 11

Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak
wajib:
a.     menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal
    Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka
    Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor;
b.    memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan
    Pemeriksaan;
c.     memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan
    keanggotaan tim Pemeriksa Pajakmengalami perubahan;
d.     melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
    1)     alasan dan tujuan Pemeriksaan;
    2)    hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
    3)     hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
        Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara
        Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
    4)     kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen
        yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari
        Wajib Pajak;
e.     menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan
    dengan Wajib Pajak;
f.     menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
g.    memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
    pada waktu yang telah ditentukan;
h.     menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
i.    melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis;
j.    mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
    dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan
k.     merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau
    diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.


                        Pasal 12

(1)     Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
    jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang:
    a.    melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
        atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
        kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
    b.     mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
    c.     memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang
        diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang
        menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat
        memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
        Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
    d.     meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara
        lain berupa:
        1)     menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
            mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau
            keahlian khusus;
        2)     memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/
            atau tidak bergerak; dan/atau
        3)    menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal
            Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
    e.     melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak
        bergerak;
    f.     meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan
    g.     meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
        hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
(2)     Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
    jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang:
    a.    memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan
        menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor;
    b.    melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
        atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
        berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
        Pajak, atau objek yang terutang pajak;c. meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi
        bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
    d.     meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;
    e.     meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik melalui Wajib Pajak; dan
    f.     meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
        hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.


                           Bagian Keempat
                        Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

                        Pasal 13

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak
berhak:
a.     meminta kepada PemeriksaPajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2;
b.    meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
    dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
c.    meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa
    Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d.    meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
    Pemeriksaan;
e.     menerima SPHP;
f.     menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
g.     mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan,
    dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan
    Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
h.     memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
    pengisian Kuesioner Pemeriksaan.


                        Pasal 14

(1)     Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
    jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:
    a.     memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi
        dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan
        yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
    b.    memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
        elektronik;
    c.    memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak
        dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
        catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/
        atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
        pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada
        Pemeriksa Pajak;
    d.    memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
        1)     menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
            mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau
            keahlian khusus;
        2)     memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/
            atau tidak bergerak; dan/atau
        3)     menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal
            Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
    e.     menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan
    f.     memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
(2)     Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
    jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
    a.     memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
        ditentukan;
    b.     memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi
        dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara
        elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
        bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
    c.     memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
    d.     menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
    e.     meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan
    f.     memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.


                            Bagian Kelima
                          Jangka Waktu Pemeriksaan

                        Pasal 15

(1)     Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka
    waktu Pemeriksaan yang meliputi:
    a.     jangka waktu pengujian; dan
    b.    jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat
    Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
    anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan
    kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(3)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, jangka waktu pengujian
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal
    Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari
    Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan
    tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang
    telah dewasa dari Wajib Pajak.
(4)     Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf b paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib
    Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal
    LHP.


                        Pasal 16

(1)     Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat
    diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.
(2)     Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan dalam hal:
    a.     Pemeriksaan Lapangan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
        lainnya;
    b.     terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
    c.    ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
    d.     berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
(3)    Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) yang
    terkait dengan:
    a.     Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi;
    b.     Wajib Pajak dalam satu grup; atau
    c.     Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus
        lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan,
    dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan paling banyak
    3 (tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.


                        Pasal 17

(1)     Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat
    diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.
(2)    Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan dalam hal:
    a.     Pemeriksaan Kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya;
    b.    terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
    c.     ruang lingkup Pemeriksaan Kantor meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
    d.     berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.


                        Pasal 18

Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 atau Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kepala unit pelaksana
Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis
kepada Wajib Pajak.


                        Pasal 19

(1)     Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah berakhir, SPHP harus disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian
    kelebihan pembayaran pajak, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan
    Pasal 17 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
    pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.


                            Bagian Keenam
                    Penyelesaian Pemeriksaan

                        Pasal 20

Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
diselesaikan dengan cara:
a.     menghentikan Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir; atau
b.     membuat LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


                        Pasal 21

Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a
dilakukan dalam hal:
a.    Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang
    diperiksa:
    1)     tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
        Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
    2)    tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal
        Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
b.    Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
    Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka
    tersebut:
    1)     tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran
        perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
    2)    tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan Surat Ketetapan
        Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
    3)     dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan
        penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
c.     Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
    penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut
    dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
d.     Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
    dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
e.    Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.


                        Pasal 22

(1)     Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b,
    dilakukan dalam hal:
    a.     Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
        yang dilakukan Pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan
        pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP:
        1)     tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat
            Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
        2)     tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak
            tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
    b.     Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
        yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan
        Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan.
    c.     Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
        yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian
        kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
        1)    berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau
        2)     berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
    d.     Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
        dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
        terbuka tersebut:
        1)     dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti
            Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
        2)    dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang
            perpajakan;
        3)     dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikannya dihentikan karena memenuhi
            ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
        4)     dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan
            mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum
            tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal
            Pajak.
    e.     Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
        dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan
        penyidikan tersebut:
        1)     dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A
            Undang-Undang KUP; atau
        2)     dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai
            tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
            salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)     Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang pengujiannya belum diselesaikan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu
    paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya:
    a.     perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau
    b.     perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 17 ayat (1),
    dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan LHP.


                        Pasal 23

(1)     Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat LHP Sumir karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau
    tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, dapat
    dilakukan Pemeriksaan kembali apabila dikemudian hari Wajib Pajak ditemukan.
(2)     Pajak terutang atas Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak ditemukan atau tidak memenuhi
    panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a, ditetapkan secara
    jabatan.


                           Bagian Ketujuh
                      SP2 dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak

                        Pasal 24

(1)     Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa
    Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan SP2.
(2)     SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam
    suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau
    Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
(3)     Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menerbitkan
    surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
(4)     Dalam hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e,
    tenaga ahli tersebut bertugas berdasarkan surat tugas yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


                          Bagian Kedelapan
                Pemberitahuan dan Panggilan Pemeriksaan,
                      dan Pertemuan dengan Wajib Pajak

                        Pasal 25

(1)     Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan
    jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai
    dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
    Lapangan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan
    jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib pajak mengenai
    dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan
    Kantor.
(3)     Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat
    Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk
    Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2.


                        Pasal 26

(1)     Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat
    disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau
    disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan
    bukti pengiriman.
(2)     Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
    Lapangan dapat disampaikan kepada:
    a.     wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
    b.     pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
        1)    pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak,
            dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan;
        2)     anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak
            dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak
            orang pribadi; atau
        3)    pihak selain sebagaimana dimaksud angka 1) dan angka 2) yang dapat mewakili Wajib
            Pajak.
(3)     Dalam hal wakil atau kuasa dari Wajib Pajak atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan
    melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan
    surat pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan dan Pemeriksaan Lapangan
    telah dimulai.
(4)     Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
    disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan
    bukti pengiriman.


                        Pasal 27

(1)     Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
    Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c.
(2)     Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan wakil atau kuasa dari
    Wajib Pajak.
(3)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, pertemuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan setelah Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat
    Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(4)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, pertemuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan pada saat Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
    Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
(5)     Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pemeriksa Pajak
    wajib membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib
    Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(6)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara hasil
    pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai
    penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan.
(7)     Dalam hal Pemeriksa Pajak telah menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan
    mengenai penolakan penandatanganan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pertemuan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dianggap telah dilaksanakan.


                         Bagian Kesembilan
                      Peminjaman Dokumen

                        Pasal 28

(1)     Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan
    dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    a.     buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
        keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan
        di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti
        peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
    b.     dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
        serta keterangan lain yang diperlukan belum ditemukan atau diberikan oleh Wajib Pajak pada
        saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak
        membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan
        daftar buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib dipinjamkan.
    c.    dalam hal untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
        diperlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan
        kepada:
        1)    Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak;
            atau
        2)     seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat
            Jenderal Pajak maupun yang berasal dari luar Direktorat JenderalPajak.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan
    dengan jenis Pemeriksaan Kantor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    a.    daftar buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
        keterangan lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dilampirkan pada Surat
        Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
    b.     buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
        keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib dipinjamkan pada saat Wajib Pajak
        memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksa Pajak membuat bukti
        peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
    c.     dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
        serta keterangan lain yang diperlukan belum tercantum dalam lampiran Surat Panggilan Dalam
        Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak membuat
        surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
(3)     Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau ayat (2) huruf c wajib diserahkan kepada
    Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan
    dokumen disampaikan.
(4)     Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
    serta keterangan lain dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan
    pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
(5)     Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang
    dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa
    fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak
    adalah sesuai dengan aslinya.
(6)     Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
    keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) b elum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis
    paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
    a.     surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
        peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau
        ayat (2) huruf c;
    b.     surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
        peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau
        ayat (2) huruf c.
(7)     Setiap surat peringatan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilampiri dengan
    daftar buku, catatan, dan dokumenyang belum dipinjamkan dalam rangka Pemeriksaan.


                        Pasal 29

(1)     Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
    keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak,
    Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau
    dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh
    Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak.
(2)     Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
    lain perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan
    Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus.


                        Pasal 30

(1)     Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) terlampaui dan
    Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk
    data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus
    membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang
    dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum
    diserahkan oleh Wajib Pajak.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
    yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat
    berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan dokumen.


                        Pasal 31

(1)     Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
    termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan berita
    acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 30 ayat (1), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian
    dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup
    sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
    pekerjaan bebas atau Wajib Pajak badan, dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam
    rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan perpajakan.
(3)     Dalam hal Penghasilan Kena Pajak tidak dihitung secara jabatan, Pemeriksa Pajak dapat meminjam
    tambahan buku, catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yang sudah dipinjam.


                         Bagian Kesepuluh
                              Penyegelan

                        Pasal 32

(1)     Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku,
    catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang
    dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa
    agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
(2)    Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan
    Pemeriksaan Lapangan:
    a.     Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memberi kesempatan
        kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta memeriksa barang
        bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan
        buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
        dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk
        tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
    b.     Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak memberi bantuan
        guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada
        Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang
        bergerak dan/atau tidak bergerak;
    c.     Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat dan
        tidak ada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang
        mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak, sehingga
        diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
    d.     Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat dan
        pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang mempunyai
        kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi
        bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.


                        Pasal 33

(1)     Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tanda
    segel.
(2)     Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
    yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
(3)     Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
(4)     Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh
    Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain
    anggota tim Pemeriksa Pajak.
(5)     Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap
    kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah
    dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(6)     Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara
    Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara
    Penyegelan.
(7)     Dalam melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik
    Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat.


                        Pasal 34

(1)     Pembukaan segel dilakukan apabila:
    a.     Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b telah memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka
        atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel,
        dan/atau telah memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
    b.     berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tidak diperlukan lagi; dan/atau
    c.    terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
(2)     Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya
    2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
(3)     Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
    dan/atau pemerintah daerah setempat.
(4)     Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa
    Pajak harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan dan melaporkannya kepada
    Kepolisian Negara Repulik Indonesia.
(5)     Dalam melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat berita acara pembukaan segel yang
    ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6)     Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menolak menandatangani berita acara
    pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara
    pembukaan segel.
(7)     Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib
    Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.


                        Pasal 35

(1)     Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dengan
    mempertimbangkan tujuan Penyegelan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak
    memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang
    bergerak atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran
    Pemeriksaan, Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan
    Pemeriksaan.
(3)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
    penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani
    berita acara mengenai penolakan tersebut.


                          Bagian Kesebelas
                     Penolakan Pemeriksaan

                        Pasal 36

(1)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk
    menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak untuk dilakukan
    Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak,
    wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
    penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
    penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(3)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat maka:
    a.     Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang
        telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib
        Pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya; atau
    b.    Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
(4)     Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa Pajak dapat melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud pada
    Pasal 32 ayat (1).
(5)     Apabila setelah dilakukan Penyegelan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
    (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak berada di tempat dan/atau tidak
    memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang
    bergerak atau tidak bergerak, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan,
    Pemeriksa Pajak meminta kepada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
    untuk membantu kelancaran Pemeriksaan.
(6)     Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
    pada ayat (5) menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai
    atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan
    membantu kelancaran Pemeriksaan.
(7)     Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk
    menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang
    ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 37

(1)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk
    menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka
    Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil,
    atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
    penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
    penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(3)     Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka
    Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak dikembalikan
    oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor,
    Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak
    yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 38

Pemeriksa Pajak berdasarkan:
a.     surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), Pasal 36
    ayat (1), atau Pasal 37 ayat (1);
b.     berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 36 ayat (2),
    atau Pasal 37 ayat (2);
c.     berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3);
d.     surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6);
    atau
e.     berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
    ayat (7), dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti
    Permulaan.


                         Bagian Keduabelas
                           Penjelasan Wajib Pajak dan
                Permintaan Keterangan kepada Pihak Ketiga

                        Pasal 39

(1)     Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana
    Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota
    keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yang lebih rinci
    sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan
    di tempat Wajib Pajak.
(3)     Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak,
    dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian penjelasan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh
    tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga
    yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(4)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah
    dewasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
    Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud.


                        Pasal 40

Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada
pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kepada pihak ketiga.


                        Bagian Ketigabelas
                  Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan
                   Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

                        Pasal 41

(1)     Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan
    kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil
    Pemeriksaan.
(2)     SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh
    Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(3)     Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak
    menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
    menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
(4)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan
    menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
    penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 42

(1)     Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat(1) dalam bentuk:
    a.     lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh
        hasil Pemeriksaan; atau
    b.    surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil
        Pemeriksaan.
(2)    Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling
    lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
(3)     Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
    sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(4)     Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(5)     Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(6)     Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat
    berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim
    Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 43

(1)     Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan
    daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak
    harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2)     Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara
    tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan
    Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3)     Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka
    waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
    a.     diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
    b.     berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib
        Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
(4)     Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara
    langsung atau melalui faksimili.


                        Pasal 44

(1)     Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
    a.    menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
        ayat (2) atau ayat (3); dan
    b.     hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
        tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
    Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan
    persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
    dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
    Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(2)     Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
    a.     menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
        ayat (2) atau ayat (3); dan
    b.     tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
        tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
    Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan lembar pernyataan persetujuan hasil
    Pemeriksaan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
    dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
    akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(3)     Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
    a.     menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b
        dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
    b.    hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 43 ayat (2),
    Pemeriksa Pajak harus melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan
    mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah
    pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
    Wajib Pajak.
(4)     Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
    a.     menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam
        jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
    b.     tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
        tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
    Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara
    ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan
    Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani
    oleh tim Pemeriksa Pajak.
(5)     Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
    a.     tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
        ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3);
        dan
    b.     hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 43 ayat (2),
    Pemeriksa Pajak tetap melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dan
    menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim
    Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(6)     Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
    a.    tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
        ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3);
        dan
    b.    tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
        tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
    Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan SPHP sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 41 ayat (1), berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
    dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
    akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak


                        Pasal 45

(1)     Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan Wajib Pajak mengajukan permohonan
    pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil
    Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat setelah pembahasan dengan
    Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilaksanakan.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
    Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil
    pembahasan akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
    ayat (3) atau ayat (5).
(3)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani risalah
    pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5), dan/atau atau berita acara
    Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir
    sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai
    penolakan tersebut.


                        Pasal 46

(1)     Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada hari dan tanggal
    sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Pembahasan Akhir Hasil
    Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
(2)    Dalam hal Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil
    pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 47

(1)     Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Wajib Pajak menyampaikan surat
    permohonan kepada:
    a.     Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh
        Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;
        atau
    b.     Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak
        pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
(2)     Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dapat dilakukan, apabila:
    a.     risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) telah
        ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak;
        dan
    b.     berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
        ayat (2) belum ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa
        dari Wajib Pajak.
(3)     Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung atau melalui faksimili dalam jangka waktu paling
    lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan ditembuskan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan.


                        Pasal 48

(1)     Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang
    sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota.
(2)     Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Direktur
    Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur
    Jenderal Pajak.


                        Pasal 49

Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) bertugas untuk:
a.     membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan PemeriksaPajak pada saat Pembahasan
    Akhir Hasil Pemeriksaan;
b.    memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa
    Pajak; dan
c.    membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil
    pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan bersifat mengikat.


                        Pasal 50

(1)     Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3), Tim Quality
    Assurance Pemeriksaan harus menyampaikan undangan kepada Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak
    untuk melakukan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah
    pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat(5).
(2)    Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui
    faksimili.


                        Pasal 51

(1)     Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance
    Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan
    sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    50 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim
    Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 52

Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 harus mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).


                        Pasal 53

(1)    Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus dituangkan dalam risalah Tim
    Quality Assurance Pemeriksaan.
(2)    Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim
    Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan
    Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(3)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim
    Quality Assurance Pemeriksaan namun Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak
    menandatangani risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam risalah Tim
    Quality Assurance Pemeriksaan.
(4)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim
    Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
    a.    berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance
        Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan; dan
    b.    risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
(5)     Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan pada hari dan tanggal sesuai undangan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance
    Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.


                        Pasal 54

Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan risalah Tim Quality
Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa Pajak
sebagai dasar untuk membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar
hasil pembahasan akhir.


                        Pasal 55

(1)     Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 54, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan memanggil
    Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan
    Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2)     Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui
    faksimili.
(3)     Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
    Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
    Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita
    acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(4)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima
    surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
    ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 56

(1)     Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dalam jangka
    waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara
    Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), namun menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir
    Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada
    berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3)     Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 55 ayat (1),
    Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai
    tidak dipenuhinyapanggilan.


                        Pasal 57

Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (2) atau Pasal 38, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
terbatas pada:
a.    penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan secara
    jabatan; dan
b.     kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.


                       Bagian Keempat belas
                      Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan
                     Pengembalian Dokumen

                        Pasal 58

(1)     LHP disusun berdasarkan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2)    Risalah pembahasan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dan/atau berita acara Pembahasan
    Akhir Hasil Pemeriksaan, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LHP sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1).
(3)     LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk
    membuat nota penghitungan.
(4)     Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penerbitan surat
    ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.
(5)     Pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sesuai
    dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali:
    a.     dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tetapi
        menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 44 ayat (2), pajak yang terutang dihitung sesuai dengan lembar pernyataan
        persetujuan hasil Pemeriksaan;
    b.     dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tetapi
        menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (5), pajak yang
        terutang dihitung berdasarkan SPHP dengan jumlah yang tidak disetujui sesuai dengan surat
        sanggahan Wajib Pajak;
    c.     dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tidak
        menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6),
        pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
        (1) dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan.


                        Pasal 59

Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan
bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal LHP.


                         Bagian Kelimabelas
                        Pembatalan Hasil Pemeriksaan

                        Pasal 60

(1)    Surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
    a.     penyampaian SPHP; atau
    b.     Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan
        permohonan Wajib Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
        ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP.
(2)    Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus
    dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau Pembahasan Akhir Hasil
    Pemeriksaan.
(3)     Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
    ini.
(4)     Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan
    permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat
    (1) Undang-Undang KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan:
    a.     surat ketetapan pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka
        waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
        KUP belum terlewati; atau
    b.     Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka waktu
        12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang- Undang KUP
        terlewati.
(5)     Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) berbeda dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya,
    Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.


                       Bagian Keenambelas
            Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian Surat Pemberitahuan Selama
                            Pemeriksaan

                        Pasal 61

(1)     Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran
    pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang Undang KUP dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah
    Nomor 74 Tahun 2011, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan SPHP.
(2)    Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3)    Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib
    Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
    a.     penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam
        format Surat Pemberitahuan;
    b.     Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
    c.     Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
        (lima puluh persen).
(4)     Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak
    perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak.


                        Pasal 62

(1)     Untuk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 61 ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan surat
    ketetapan pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok
    pajak yang telah dibayar.
(2)     Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa
    pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak tidak sesuai dengan
    keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
(3)     Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan
    ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak sesuai dengan keadaan yang
    sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan pengungkapan Wajib Pajak.
(4)     Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai
    kredit pajak dalam surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(5)     Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf c merupakan bukti
    pembayaran sanksi adminstrasi berupa kenaikan 50% (lima puluh persen) terkait dengan
    pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan.
(6)     Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah dengan sanksi administrasi
    sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang KUP.
(7)     Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 61 ayat (1) dilakukan untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Masukan
    atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak dilaporkan dalam Surat
    Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak
    sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf i Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
    perubahannya.


                        Bagian Ketujuhbelas
                 Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan
                    Penangguhan Pemeriksaan

                        Pasal 63

(1)     Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan
    Bukti Permulaan secara terbuka apabila:
    a.     pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang
        perpajakan; atau
    b.    Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 atau
        Pasal 37 dan terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan penghitungan penghasilan kena
        pajak secara jabatan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian
    kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan
    Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian
    permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.


                        Pasal 64

(1)     Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
    ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang, pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan dengan
    membuat laporan kemajuan Pemeriksaan sampai dengan:
    a.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
        ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang
        KUP;
    b.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan dengan penerbitan Surat Ketetapan
        Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang;
    c.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi
        yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
    d.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti
        permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
    e.     Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A Undang-Undang KUP atau Pasal 44B
        Undang Undang KUP; atau
    f.     Putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan telah mempunyai kekuatan hukum
        tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)     Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis
    kepada Wajib Pajak.
(3)    Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan bersamaan dengan
    disampaikannya surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secaraterbuka.
(4)    Buku, catatan, dan dokumen yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan dengan membuat berita acara
    yang ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa bukti permulaan.
(5)     Fotokopi berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada Wajib Pajak.


                        Pasal 65

(1)     Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dilanjutkan sesuai
    dengan ketentuan yang berlaku, apabila:
    a.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi
        yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
    b.    Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti
        permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
    c.    Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan namun
        penyidikan dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A
        Undang-Undang KUP; atau
    d.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan
        serta telah terdapat putusan pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang
        telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah
        diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)     Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dihentikan dengan
    membuat LHP Sumir sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 huruf b, apabila:
    a.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
        ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang
        KUP;
    b.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
        diselesaikan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
    c.     Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
        penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 44B Undang-Undang KUP.


                        Pasal 66

(1)     Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
    perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Pemeriksaan untuk menguji
    kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan
    Pemeriksaan apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan.
(2)     Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
    a.    penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 44A atau Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
    b.     putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan
        hukum tetap dan salinan atas keputusantersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3)     Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis
    kepada Wajib Pajak.
(4)     Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
    a.    penyidikan dihentikan karena Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
    b.     putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan
        hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5)    Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila penyidikan
    dihentikan karena Pasal 44B Undang-Undang KUP.


                        Pasal 67

(1)     Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) atau Pasal 66 ayat
    (4), jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, atau jangka waktu perpanjangan
    pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau Pasal 17 diperpanjang untuk jangka waktu
    paling lama 4 (empat) bulan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat
    (5), Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada
    Wajib Pajak.
(3)     Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan dihentikan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat (5) terdapat data selain yang
    diungkapkan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP atau Pasal 44B Undang Undang KUP.


                     Bagian Kedelapan belas
                       Pemeriksaan Ulang

                        Pasal 68

(1)    Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal
    Pajak.
(2)     Instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan Pemeriksaan Ulang dapat
    diberikan apabila terdapat databaru termasuk data yang semula belum terungkap.
(3)    Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan adanya
    tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya, Direktur
    Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
(4)     Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya
    tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya,
    Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat LHP Sumir dan kepada Wajib Pajak diberitahukan
    mengenai penghentian tersebut.
(5)    Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya
    tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya tetapi
    terdapat perubahan jumlah rugi fiskal, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi
    fiskal.
(6)     Keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk
    memperhitungkan rugi fiskal ke tahun pajak berikutnya.


                        BAB IV
                     PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN

                           Bagian Kesatu
                     Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan

                        Pasal 69

Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang
berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan.


                        Pasal 70

Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a.    pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi
    sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
b.     penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana
    diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
c.    pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan
    Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara
    Verifikasi;
d.     Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e.    pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
f.     pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g.     penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h.     penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i.     Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j.    penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan
    dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
k.     memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.


                        Pasal 71

Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dapat dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.


                            Bagian Kedua
                      Standar Pemeriksaan

                        Pasal 72

(1)     Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.
(2)    Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu
    Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan
    Pemeriksaan.
(3)    Standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum,
    standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.


                        Pasal 73

Pemeriksa Pajak yang melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan lain juga harus memenuhi standar umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2).


                        Pasal 74

Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan,
yaitu:
a.     pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan
    Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
b.    luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain;
c.     Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari 1 (satu) orang supervisor, 1 (satu)
    orang ketua tim, dan 1 (satu) orang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim
    dapat merangkap sebagai anggota tim;
d.    Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat
    kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau di tempat
    lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
e.     Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
    dan
f.     pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.


                        Pasal 75

Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.     KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
    1)     bukti bahwa Pemeriksa Pajak telah melaksanakan Pemeriksaan berdasarkanstandar
        Pemeriksaan; dan
    2)     dasar pembuatan LHP;
b.     KKP harus memberikan gambaran mengenai:
    1)     data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
    2)     prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; dan
    3)     simpulan danhal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.


                        Pasal 76

Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar
pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a.     LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai
    dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan
    informasi lain yang terkait;
b.     LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat:
    1)     Identitas Wajib Pajak;
    2)     Penugasan Pemeriksaan;
    3)     Dasar (tujuan) Pemeriksaan;
    4)     Buku dan dokumen yang dipinjam;
    5)     Materi yang diperiksa;
    6)     Uraian hasil Pemeriksaan; dan
    7)     Simpulan dan usul Pemeriksa.


                           Bagian Ketiga
                      Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak

                        Pasal 77

Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain, Pemeriksa Pajak wajib:
a.     menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan
    jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal
    Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor;
b.    memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu
    Pemeriksaan;
c.     memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan
    Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d.    menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa;
e.     menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
f.     mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yangdipinjam dari Wajib Pajak; dan/
    atau
g.    merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan
    kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.


                        Pasal 78

(1)     Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa
    Pajak berwenang:
    a.     melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
        atau pencatatan dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
    b.     mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
    c.    memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang
        diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen yang
        menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yang berkaitan
        dengan tujuan Pemeriksaan;
    d.     meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
    e.     meminta keterangan dan/atau data yang diperIukan dari pihak ketiga yang mempunyai
        hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
(2)     Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak
    berwenang:
    a.     melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
        atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
        berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
        Pajak, atau objek yang terutang pajak;
    b.    meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
    c.     meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
        hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.


                          Bagian Keempat
                        Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

                        Pasal 79

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, Wajib Pajak berhak:
a.     meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2
    kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan;
b.     meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
    dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
c.    meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
    Pemeriksaan;
d.     meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa
    Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau
e.     memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
    pengisian Kuesioner Pemeriksaan.


                        Pasal 80

(1)    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,Wajib Pajak
    wajib:
    a.     memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar
        pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan
        Pemeriksaan;
    b.    memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
        elektronik;
    c.     memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang penyimpanan buku, catatan, dan/
        atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau
        barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada
        Pemeriksa Pajak; dan/atau
    d.     memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan
        lain yang diperlukan.
(2)     Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak
    wajib:
    a.     memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar
        pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan
        Pemeriksaan; dan/atau
    b.    memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan
        lain yang diperlukan.


                           Bagian Kelima
                         Jangka Waktu Pemeriksaan

                        Pasal 81

(1)     Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu
    paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
    disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa
    dari Wajib Pajak,sampai dengan tanggal LHP.
(2)     Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling
    lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
    anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam
    Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal dalam LHP.
(3)     Dalam hal jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir,
    Pemeriksaan harus diselesaikan.
(4)     Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib
    Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan
    penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang
    KUP.
(5)     Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
    ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan
    pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.


                          Bagian Keenam
              SP2 dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak

                        Pasal 82

(1)     Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan
    perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak
    berdasarkanSP2.
(2)     SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam
    suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun
    Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
(3)     Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan tidak perlu
    memperbarui SP2 tetapi harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.


                           Bagian Ketujuh
                Pemberitahuan dan Panggilan Pemeriksaan

                        Pasal 83

(1)     Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa
    Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan
    dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa
    Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan
    menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
(3)     Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat
    Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk
    Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2.


                        Pasal 84

(1)     Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) dapat
    disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau
    disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan
    bukti pengiriman.
(2)     Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak
    tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada:
    a.     wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
    b.     pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
        1)    pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak,
            dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan; atau
        2)     anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak
            dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak
            orang pribadi.
(3)     Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (2)
    dapat disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya
    dengan bukti pengiriman.
(4)    Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan
    Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui pos atau jasa pengiriman lainnya dan Surat Pemberitahuan
    Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan.


                         Bagian Kedelapan
                      Peminjaman Dokumen

                        Pasal 85

(1)     Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yang dipinjam harus
    disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 70.
(2)     Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain harus dilaksanakan
    sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29.


                         Bagian Kesembilan
                     Penolakan Pemeriksaan

                        Pasal 86

(1)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk
    tujuan lain menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat
    Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
    menandatangani surat penolakan Pemeriksaan.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan
    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan
    Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 87

(1)    Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk
    tujuan lain memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan
    menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
    menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(2)     Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
    penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
    penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


                        Pasal 88

(1)     Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses
    atau tidak dapat dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
    a.     penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; atau
    b.    penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
        sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
(2)     Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, Wajib Pajak diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan
    dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain
    dilakukan dalam rangka:
    a.     pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
    b.     Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
(3)     Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam
    hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
    a.     penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/atau
    b.     pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.


                        Bagian Kesepuluh
                  Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga

                        Pasal 89

(1)     Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan,
    Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau
    meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP.
(2)     Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
    Pasal 40.


                        BAB V
                PENYAMPAIAN KUESIONER PEMERIKSAAN

                        Pasal 90

(1)     Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib
    menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
(2)     Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
    kewajiban perpajakan, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan pada saat pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
(3)     Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka
    melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penyampaian Kuesioner
    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada saat penyampaian Surat
    Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pada saat Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan
    Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
(3)     Wajib Pajak dapat menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yang telah diisi kepada:
    a.     Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah Direkorat
        Pemeriksaan dan Penagihan; atau
    b.     Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah
        Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.


                        BAB VI
                      KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 91

Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan standar
Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.


                        Pasal 92

Standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


                        Pasal 93

(1)     Dokumen berupa:
    a.    Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b;
    b.     SP2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1);
    c.     surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
        (3); dan
    d.     surat tugas membantu pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
        (4),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2)     Dokumen berupa:
    a.     Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
    b.     Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
        ayat (2); dan
    c.     berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3)     Dokumen berupa:
    a.    surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 28 ayat (1) huruf b, dan Pasal 28 ayat (2) huruf c;
    b.     daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 28 ayat (1) huruf b dan Pasal 28 ayat (2);
    c.    bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a, Pasal 28 ayat (2) huruf b, dan Pasal 28 ayat (4);
    d.    surat pernyataan keaslian dokumen dan/atau data dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 28 ayat (5);
    e.    surat peringatan pertama/kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6);
    f.    daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum dipinjamkan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 28 ayat (7);
    g.    berita acara tidak dipenuhinya peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
    h.     berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4)     Dokumen berupa:
    a.     tanda segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
    b.     berita acara penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4);
    c.     berita acara tanda segel rusak/hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4); dan
    d.    berita acara pembukaan segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5)     Dokumen berupa:
    a.    surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2),
        Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat(1);
    b.     berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 36
        ayat (2), Pasal 37 ayat (2);
    c.     surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 36 ayat (6);
    d.     berita acara menolak membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
        36 ayat (7); dan
    e.    berita acara tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal37 ayat (3),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
    merupakan bagian tidak terpisahkandari Peraturan Menteri ini.
(6)     Dokumen berupa:
    a.    surat panggilan untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
        (1); dan
    b.    berita acara pemberian keterangan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalamPasal 39 ayat
        (3),
    dibuat dengan menggunakanformat sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7)     Dokumen berupa:
    a.     SPHP dan daftar temuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
    b.    surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dan berita
        acara penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4);
    c.    lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
        ayat (1) huruf a;
    d.    surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan dari Wajib Pajak
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4);
    e.     berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 42 ayat (6);
    f.     undangan dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 43 ayat (2);
    g.    risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) sampai dengan ayat (6);
    h.     surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1);
    i.    undangan menghadiri pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 50 ayat(1);
    j.     risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 53 ayat (1);
    k.     berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan ihtisar hasil pembahasan akhir
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 45
        ayat (2), Pasal 46 ayat (2), danPasal 54;
    l.    surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1); dan
    m.    berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 44 ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), dan Pasal 53
        ayat (4),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8)     Laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 61 ayat (1), dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
    Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(9)     Dokumen berupa:
    a.    surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 18;
    b.    surat pemberitahuan penangguhan Pemeriksaan yang ditingkatkan ke Pemeriksaan Bukti
        Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2);
    c.     surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
        (4); dan
    d.    Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1),
    dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10)    Surat keputusan penetapan rugi fiskal berdasarkan Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 68 ayat (5) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
    Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


                        BAB VII
                     KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 94

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
a.    terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan Pemeriksaan belum
    selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
    Peraturan Menteri ini;
b.     terhadap Pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan telah dibuat LHP
    Sumir, dapat dilakukan Pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak sepanjang hasil
    Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.


                        BAB VIII
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 95

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
a.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.03/2007 tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Atas
    Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan
    Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan;
b.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka
    Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
c.     Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
d.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
    Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 96

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.




                        Ditetapkan di Jakarta
                        pada tanggal 7 Januari 2013
                        MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

                        ttd.
   
                        AGUS D.W.MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

No comments:

Post a Comment