Pajak secara bebas dapat dikatakan
sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga
negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam
Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya
diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan
negara.
Dengan semakin berkembangnya kondisi
usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan
yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau
perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan
ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu
pajak penghasilan badan.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu
badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk menunjang kegiatan
usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat oleh wajib
pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya. Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak
badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3, Badan adalah
sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak Badan adalah Badan
seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban
subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Yang menjadi objek pajak PPh Badan
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Penghasilan menurut UU Pajak
Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP,
baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi maupun untuk menambah kekayaan yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Adapun contoh cara menghitung
penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut :
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto ………………………………………………
Rp
-/- Retur
……………………………………………………….. Rp
(-)
Penjualan Netto
………..….……………………………….. Rp
Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal tahun ….…
Rp__________
Pembelian ………………
Rp
_ (+)
Tersedia untuk dijual …….
Rp
_
Persediaan akhir tahun
… Rp
(-)
Harga Pokok Penjualan
……………………………………. Rp
(-)
Laba Bruto Usaha …………………………………………
Rp____________
Biaya administrsi dan Umum
…………………………… Rp
(-)
Penghasilan Netto Usaha
………………………………… Rp____________
Penghasilan Di Luar Usaha
…………
Rp…………………..
Biaya Di Luar usaha ……………………
Rp……… ………..
Penghasilan netto luar usaha
………………………….. Rp …………………_
Jumlah Penghasilan Neto
(Komersial).………………… Rp
===========
Dari jumlah penghasilan neto
komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian (adjust-ment),
yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk memperoleh penghasilan neto
fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada perhitungan yang diakui
secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut KOREKSI
FISKAL. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal POSITIF dan
koreksi fiskal NEGATIF.
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.
a. Koreksi Fiskal
Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal
lebih kecil dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Uraian
|
Komersial
|
Fiskal
|
Keterangan
|
Pemberian sembako untuk pegawai
|
diakui
|
Tidak diakui
|
Harus dikoreksi
|
Pemberian fasilitas rekreasi u/
pegawai
|
diakui
|
Tidak diakui
|
Harus dikoreksi
|
Pemberian fasilitas tempat tinggal
u/pegawai
|
diakui
|
Tidak diakui
|
Harus dikoreksi
|
Akibat dari adanya koreksi ini maka
biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pada biaya
yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung
secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara
komersial. Karena laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka
disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal
Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan
Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba
Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka waktu lima tahun untuk aset
senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya adalah sbb:
Harga perolehan
|
Rp100.000.000
|
Penyusutan tahun pertama 20%
|
Rp20.000.000
|
Penyusutan dalam perhitungan Laba
Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa
Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Harga perolehan
|
Rp100.000.000
|
Penyusutan tahun pertama 25%
|
Rp25.000.000
|
Penyusutan tahun pertama adalah 25%
dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bukunya sama dengan nilai
perolehan.
Jika diperbandingkan antara
penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak sebagai berikut:
Uraian
|
Komersial
|
Fiskal
|
Keterangan
|
Penyusutan
|
Rp20.000.000
|
Rp25.000.000
|
Harus dikoreksi sebesar
Rp5.000.000
|
Penyusutan fiskal pada contoh
tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan komer-sial. Karena
penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka akibatnya
penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal
menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka
disebut koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan
perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan Neto Komersial
tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
Penghasilan Neto Komersial ………………….
Rp………………….
Koreksi Positif …………… Rp…………………..
Koreksi Negatif …………. Rp…………………..
Saldo Koreksi ……………………………………… Rp…………………..
+ (-)
Laba/Rugi Fiskal ………………………………….
Rp…………………..
Untuk memperoleh angka-angka dalam
menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami
pengeluaran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan
pengeluaran-pengeluaran/beban yang tidak diakui secara fiskal.
Pengeluaran-pengeluaran yang diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada
pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak
diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU PPh sebagai diuraikan
berikut.
1. Pengeluaran Yang dapat
Dikurangkan (Pasal 6 UU-PPh)
Besarnya Penghasilan Kena Pajak WP
DN dan BUT ditentukan berdasarkan Penghasilan Bruto dikurangi :
a
|
Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, termasuk :
|
||
1
|
Biaya Pembelian Bahan
|
||
2
|
Biaya berkenaan pekerjaan atau
jasa termasuk :
|
||
Upah
|
Misalnya: upah borongan, upah
harian dst untuk menye-lesaikan suatu pekerjaan
|
||
Gaji
|
Imbalan atas pekerjaan yang
berhubungan dengan perburuhan
( lihat juga psl 9 huruf f dan j )
|
||
Honorarium
|
Imbalan atas pekerjaan namun tidak
ada hubungan perburuhan, misalnya: honorarium akuntan, honorarium
konsultan, imbalan jasa audit, dan jasa-jasa ahli lainnya.
|
||
Bonus
|
Misalnya imbalan atas prestasi
kerja
|
||
Gratifikasi
|
Pemberian kepada pegawai karena
perusahaan memperoleh laba yang besar.
|
||
Tunjangan dalam bentuk uang
|
Contoh: tunjangan isteri, anak,
kemahalan, tunjangan ke-sehatan, tunjangan transport, THR dsb.
|
||
3
|
Bunga, Sewa dan Royalty
|
||
Bunga
|
Harus digunakan dalam rangka
menjalankan usaha. Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito
tidak dapat dikurangkan.
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)
|
||
Sewa
|
Misalnya sewa gudang, sewa tempat
usaha, sewa alat-alat berat dsb.
Tidak termasuk:sewa sewa rumah
untuk pegawai.
|
||
Royalty
|
Contoh: imbalan atas pemakaian
merk dsb
|
||
4
|
Biaya perjalanan
|
Dalam rangka menjalankan tugas
perusahaan misalnya: tiket pesawat, biaya hotel dsb.
|
|
5
|
Biaya pengelolaan limbah
|
Misalnya biaya untuk mengelola
limbah mercuri untuk bidang usaha pertambangan emas, agar mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan.
|
|
6
|
Premi assuransi
|
Untuk asuransi yang berkaitan
dengan usaha. contoh : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi
kenda-raan perusahaan dsb.
Lihat psl 9 huruf d
|
|
7
|
Biaya Promosi dan Penjualan
|
Diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
|
|
8
|
Biaya administrasi
|
Contoh: alat tulis, kantor dsb
|
|
Rincian tersebut diatas merupakan
contoh, karena disebutkan termasuk, berarti ada pengurangkan lain yang diakui
secara fiskal, misalnya:
|
|||
Biaya representasi/intertainment,
jamuan tamu
|
Dapat dikurangkan asal dalam
rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuatkan daftar nominatif yang
dilampirkan dalam SPT PPh.
(SE-27/PJ.22/1986)
|
||
Telepon
|
·
Biaya langganan telepon biasa sepenuhnya dapat dikurangkan;
·
Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk
pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%.
(Kep-220/PJ/2002)
|
||
Biaya pemeliharaan kendaraan
|
·
Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan
operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk
untuk kendaraan antar jemput karyawan;
·
Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan
dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002)
|
||
Listrik dan air untuk perusahaan
|
|||
9
|
Pajak selain PPh
|
Contoh : PBB, PKB dan pajak-pajak
daerah
|
|
b
|
Penyusutan dan Amortisasi
|
Diatur lebih lanjut pada psl 11
|
|
c
|
Iuran kepada Dana Pensiun, yang
pendiriannya disyahkan oleh Menkeu
|
Maksudnya untuk dana pensiun
karyawannya.
|
|
d
|
Kerugian karena Pengalihan Harta
yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
|
Contoh : perusahan menjual
sebagian alat produksinya, dalam hal harga jual lebih rendah dari nilai sisa
buku fiskalnya.
|
|
E
|
Rugi Selisih Kurs
|
Misalnya perusahaan telah meminjam
dana dari LN, yang pada saat mengembalikan kurs valasnya telah mengalami
kenaikan terhadap rupiah.
|
|
f
|
Biaya Penelitian dan pengembang-an
yg dilakukan di Indonesia
|
||
G
|
Bea siswa, magang, pelatihan
|
||
h
|
Piutang yang nyata tidak dapat
ditagih dengan syarat
a. Telah dibebankan sebagai biaya
dalam perhitungan L/R Komer-sial;
b. Harus disertai Daftar
Nominatif yang diserahkan kepada DJP.
c. Penagihannya telah
diserakan
kpd Pengadilan negeri atau
instansi pemerintah yang mena-ngani piutang negara, atau adanya perjanjian
tertulis ten-tang penghapusan piutang
|
||
i
|
Sumbangan dalam rangka
penang-gulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah;
|
||
j
|
Sumbangan dalam rangka peneli-tian
dan pengembangan yang dila-kukan di Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Peme-rintah;
|
||
k
|
Biaya pembangunan infrastruktur
sosial sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
|
||
l
|
Sumbangan fasilitas pendidikan
yang ketentuannya diatue dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
M
|
Sumbangan dalam rangka pembinaan
olah raga, sesuai de-ngan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
|
2. Pengeluanan Yang Tidak Dapat Dikurangkan
(psl 9 UU PPh)
Uraian
|
Uraian, contoh dan pengaturan
lebih lanjut
|
|
a
|
Pembagian Laba
|
Contoh : dividen, SHU Koperasi
|
b
|
Biaya untuk kepentingan pribadi
pemegang saham
|
Contoh: biaya service mobil
pribadi pemegang saham
|
c
|
Pembentukan/pemupukan dana
cadangan
|
Contoh: pencadangan untuk piutang
tak tertagih misalnya dalam hal terjadi penjualan kredit
|
Kecuali untuk:
·
Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, Badan Usaha lain yang
usahanya menyalurkan kredit, SGU dng hak opsi, peru-sahaan pembiayaan
konsumen, perusahaan anjak piutang.
|
a. Untuk bank umum besarnya
cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:
§ 50% dari kredit yang
digolongkan diragukan, setelah dikurangi anggunan;
§ 100% dari kredit yang
digolongkan macet, setelah dikurangi nilai anggunan.
|
|
·
Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan untuk ban-tuan sosial yang
dibentuk Jam-sostek.
·
Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
·
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
·
Cadangan untuk biaya penana-man kembali usaha kehutanan;
·
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuang-an limbah industri.
Dengan syarat-syarat yang diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan
|
b. Untuk bank perkreditan
rakyat, besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:
§ 0.5% dari kredit yang
digolongkan lancar;
§ 3% dari kredit yang
digolongkan kurang lancar, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang
dikuasai;
§ 50% dari kredit yang
digolongkan diragukan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuarai;
§ 100% dari nilai kredit
yang digolongkan macet, yang masih tercatat dalam pembukuan, setelah
dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai.
c. Untuk SGU sebesar
2,5% dari rata-2 saldo piutang ;
d. Besarnya cadangan
cadangan premi untuk menutup klaim yang jatuh tempo ditentukan oleh
perhitungan aktuaria dan mendapatkan pengesahan oleh Badan Pengawasan Modal
dan Lambaga Keuangan.
(Kep MK-80/95, jo Kep MK-68/1999,
jo Kep MK-204/2000, jo. Per Men-03/2006)
|
|
d
|
Premi assuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.Orang
Pribadi.
|
Bandingkan dengan asuransi pada
uraian pasal 6.
|
Kecuali dibayar oleh pemberi kerja
dan dihitung sebagai penghasilan bagi pegawai ybs.
|
Bila asuransi dibayar oleh pemberi
kerja maka premi tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya.
|
|
e
|
Penggantian sehubungan dengan pekerjaan/jasa dalam
bentuk natura dan kenikmatan
|
Contoh:
·
Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar
kepada RS/ klinik
·
Pemberian beras, gula dsb.
·
Fasilitas perumahan;
|
Kecuali :
·
makan/minum bagi semua kar-yawan/pegawai;
·
antar jemput karyawab;
·
imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;
·
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Yang diatur lebih lanjut
berdasar-kan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Daerah tertentu dimaksud adalah
daerah terpencil yang layak dikembangkan
Contoh: pakaian kerja yang berkaitan
dengan keselamatan kerja, seragam satpam, seragam pabrik, pakaian
proyek dsb.
|
|
f
|
Jumlah yang melebihi kewajaran
yang dibayar kpd pemegang saham, dan yg mempunyai hubungan istimewa
|
|
g
|
Hibah, bantuan, sumbangan dan
warisan
|
|
Kecuali:
·
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disyah-kan oleh pemerintah atau
·
Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang dibentuk atau disyahkan
oleh pemerintah,
Yang ketentuannya diatur
berdasar-kan Peraturan Pemerintah.
|
||
h
|
Pajak Penghasilan
|
|
i
|
Biaya untuk kepentingan pribadi WP
dan keluarganya
|
Contoh: biaya bahan bakar dan
servis mobil pribadi WP.OP
|
j
|
Gaji yang dibayarkan kpd anggota
persekutuan, firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas saham
|
Dalam hal WP berbentuk firma atau
CV tidak atas saham-saham, maka pemberian imbalan kepada anggota persekutuan
tidak boleh dikurangkan.
|
k
|
Sanksi bunga, denda, kenaikan serta
sanksi pidana pajak
|
Contoh: sanksi bunga atas
keterlambatan menyetor PPh, sanksi denda dsb
|
3. Rincian Koreksi Fiskal dan
Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal
Telah disebutkan dimuka bahwa untuk
tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak, laporan keuangan perlu dilakukan
penyesuaian/koreksi fiskal. Bagan tersebut dibawah ini menyajikan ikhtisar
koreksi fiskal tersebut, yang didasarkan pada pasal 6, pasal 9 dan pasal 11
Undang Undang Pajak Penghasilan.
Uraian
|
Akuntansi
Komersial
|
Koreksi
|
PPh/ Fiskal
|
||
Beda Tetap
|
Beda Waktu
|
||||
I
|
Penjualan
|
x
|
-
|
-
|
x
|
II
|
Harga Pokok Penjualan
|
||||
Metode FIFO
|
x
|
-
|
-
|
x
|
|
Metode Rata-rata
|
x
|
-
|
-
|
x
|
|
Metode LIFO
|
x
|
-
|
k
|
-
|
|
III
|
Laba Bruto Usaha ( I – II )
|
x
|
x
|
||
IV
|
Beban Usaha
|
||||
1
|
Gaji
|
x
|
-
|
-
|
x
|
2
|
Tunjangan PPh 21
|
x
|
-
|
-
|
x
|
3
|
PPh 21 dibayar perusahaan
|
x
|
k
|
-
|
-
|
4
|
Tunjangan dalam bentuk uang,
misalnya : tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb
asal diberikan dalam bentuk uang.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
5
|
Imbalan dalam bentuk
natura/kenikmatan atau fasilitas, misalnya:
· Pengobatan cuma-cuma
untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik
· Pemberian beras,
gula dsb.
· Fasilitas perumahan;
· Rekreasi.
|
x
|
k
|
-
|
-
|
7
|
Imbalan dalam bentuk
natura/kenikmatan atau fasilitas yang merupakan pengecualian yang disebut
diatas
·
makan/minum bagi semua karyawan;
·
antar jemput pegawai perusahaan;
·
imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;
·
berkaitan dengan pelaksanaan peker-jaan misalnya : seragam pabrik, sera-gam
proyek.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
8
|
Bunga, dengan syarat : digunakan
dalam rangka menjalankan usaha.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
9
|
Bunga atas pinjaman yang tertanam
dalam deposito tidak dapat dikurangkan.
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)
|
x
|
k
|
-
|
-
|
10
|
Sewa : misalnya sewa gudang, sewa
tem-pat usaha dsb.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
11
|
Sewa rumah untuk ditempati pegawai
|
x
|
k
|
||
12
|
Royalty, misalnya imbalan atas
pemakaian merek.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
13
|
Biaya perjalanan dalam rangka menjalan-kan
tugas perusahaan.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
14
|
Biaya pengelolaan limbah, misalnya
biaya untuk mencegah pencemaran lingkungan
|
x
|
-
|
-
|
x
|
15
|
Premi asuransi yakni asuransi yang
berkaitan dengan usaha wajib pajak misalnya : asuransi kebakaran, asuransi
kerugian, asuransi kendaraan perusahaan dsb
|
x
|
-
|
-
|
x
|
16
|
Premi asuransi kesehatan, asuransi
kece-lakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
17
|
Biaya representasi/ intertainment,
jamuan tamu.
Dapat dikurangkan asal dalam
rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif yang
dilampirkan dalam SPT PPh. (SE-27/PJ.22/1986)
|
x
|
-
|
-
|
x
|
18
|
Biaya langganan telepon biasa
untuk per-usahaan, sepenuhnya dapat dikurangkan;
|
x
|
-
|
-
|
x
|
19
|
Biaya langganan telepon seluler
atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat
dikurangkan sebesar 50%. (Kep-220/PJ/2002)
|
x
|
k
|
x
|
|
20
|
Biaya pemeliharaan kendaraan,
perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat
dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan;
|
x
|
-
|
-
|
x
|
21
|
Biaya pemeliharaan, perbaikan
mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya
sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002)
|
x
|
k
|
-
|
x
|
22
|
Listrik dan air untuk kepentingan perusa-haan
|
x
|
-
|
-
|
x
|
23
|
Iuran kepada Dana Pensiun, yang
pendiriannya disyahkan oleh Menkeu
|
x
|
-
|
-
|
x
|
24
|
Biaya penelitian dan pengembangan
yang jumlahnya wajar untuk untuk menemukan teknologi atau sistem baru asal
dilakukan di Indonesia, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
|
x
|
-
|
-
|
x
|
25
|
Biaya yang dikeluarkan untuk
kepentingan bea siswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
|
x
|
-
|
-
|
x
|
26
|
Kerugian karena piutang yang tidak
dapat ditagih (bukan bank/SGU hak opsi)
a. Penyisihan
b. Metode Langsung dengan
syarat dibuat-kan daftar nominatif, penagihannya telah dilimpahkan kepada
BUPLN, Pengadilan;
c. Telah
dipublikasikan
|
x
x
|
-
-
|
k
-
|
-
x
|
27
|
Pembagian laba dengan nama atau
dalam bentuk apapun
|
-
|
-
|
-
|
-
|
28
|
Biaya untuk kepentingan pribadi
pemegang saham
|
-
|
-
|
-
|
-
|
29
|
Pajak pajak, termasuk : PBB, PKB,
dan pajak-pajak lainnya
|
x
|
-
|
-
|
x
|
30
|
Pajak Penghasilan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
31
|
Sanksi administratif perpajakan,
berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda dan
kenaikan
|
x
|
x
|
-
|
-
|
32
|
Jumlah yang melebihi kewajaran
yang dibayarkan kepada pemegang saham dan yang mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan atas jasa yang diberikan.
|
-
|
-
|
-
|
-
|
33
|
Sumbangan pada umumnya
|
x
|
k
|
-
|
-
|
34
|
Sumbangan dalam rangka
penanggulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah;
|
x
|
x
|
||
35
|
Biaya pembangunan infrastruktur sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
|
x
|
-
|
-
|
X
|
36
|
Sumbangan dalam rangka penelitian
dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah;
|
x
|
X
|
||
37
|
Sumbangan untuk Fasilitas
Pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
|
x
|
X
|
||
38
|
Sumbangan dalam rangka pembinaan
oleh raga sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
|
x
|
x
|
||
39
|
Penyusutan Harta (diuraikan
tersendiri)
|
x
|
-
|
x
|
x
|
40
|
Amortisasi (diuraikan tersendiri)
|
x
|
-
|
x
|
x
|
V
|
Laba Usaha ( III – IV)
|
x
|
-
|
-
|
x
|
VI
|
Penghasilan Diluar Usaha
|
||||
1
|
Dividen sebagai hasil dari
penyertaan modal kepada perusahaan di Dalam Negeri.
|
x
|
-
|
-
|
x
|
2
|
Dividen sbg hasil dari penyertaan
modal kepada perusahaan di DN, dimana penyer-taannya sebesar 25% atau lebih
dari modal perusahaan tempat investasi dilakukan.
|
x
|
x
|
-
|
-
|
3
|
Bunga atas deposito, tabungan
lainnya pada bank-bank di Indonesia
|
x
|
k
|
-
|
-
|
4
|
Keuntungan atas penjualan saham
perusa haan lain, yang dilakukan di luar bursa efek
|
x
|
-
|
-
|
x
|
5
|
Keuntungan atas penjualan saham,
dan sekuritas lainnya, transaksi derifatif, yang dilakukan di bursa efek, dan
penjualan saham pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
|
x
|
k
|
-
|
-
|
6
|
Keuntungan pengalihan harta
perusahaan
|
x
|
-
|
-
|
x
|
7
|
Penghasilan royalty
|
x
|
-
|
-
|
x
|
8
|
Penghasilan dari persewaan atas
tanah dan atau bangunan, dikenakan PPh Final 10%
|
x
|
k
|
-
|
-
|
9
|
Penghasilan karena pengoperan
harta berupa tanah dan atau bangunan
|
x
|
k
|
-
|
-
|
10
|
Keuntungan selisih kurs
|
x
|
-
|
-
|
x
|
11
|
Hadiah, penghargaan
|
x
|
k
|
-
|
-
|
12
|
Penerimaan hibah dari pihak yang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, misalnya hibah dari induk
perusahaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
VII
|
Penghasilan Neto dari Usaha dan
dari Luar Usaha ( V + VI )
|
x
|
k
|
k
|
x
|
Keterangan :
x
|
=
|
Terdapat kesamaan dalam perlakuan
atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun jumlahnya mungkin berbeda;
|
-
|
=
|
Tidak terdapat angka atau jumlah
yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan koreksi fiskal
|
k
|
=
|
Terdapat koreksi antara Laba Rugi
Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan Kena Pajak)
|
4. Rangkuman Hubungan
antara Perhitungan L/R Komersial dengan Perhitungan L/R Rugi Fiskal
Sebenarnya perhitungan Laba Rugi
Fiskal itu didasarkan pada perhitungan Laba Rugi Komersial sesuai dengan
standar Akuntansi Keuangan, namun terdapat penyesuaian-penyesuaian terbatas
untuk hal-hal tertentu. Kesamaan maupun perbedaan diantara keduanya yang
dapat dikelompokkan/diklasifikasi sebagai berikut:
No
|
Kalsifikasi
|
Penjelasan atau Contoh
|
1
|
Kesamaan Pengaturan
|
Pengaturan dalam Menghitung Laba
Rugi Fiskal sama/mengikuti keten-tuan/ pengaturan umum dalam menghitung Laba
Rugi Komersial.
Untuk menghitung Laba Fiskal,
Dapat Dikurangkan: beban gaji, upah, biaya promosi, sewa ruangan, biaya
listrik, air, telepon, alat tulis/kantor, perjalanan dinas, jasa-jasa yang
terkait dengan usaha, pemeliharaan mobil, pemeliharaan mesin, dsb.
Tidak Dapat Dikurangkan: pengeluaran untuk kepentingan pribadi bagi WP
perorangan, pengeluaran-pengeluran yang tidak ada hubungannya dengan usaha
WP.
|
2
|
Perbedaan Pengaturan
|
|
a
|
Perbedaan Prinsip
|
Pengaturan dalam Menghitung Laba
Rugi Fiskal berbeda dengan ketentuan/pengaturan dalam menghitung Laba Rugi
Komersial.
Untuk menghitung Laba Fiskal,
Tidak dapat dikurangkan
beban-beban untuk pegawai:
yang diberikan dalam bentuk natura misalnya: pemberian sembako,
bingkisan lebaran.·
imbalan dalam bentuk fasilitas-fasilitas, misalnya fasilitas:
kesehatan, perumahan, pajak, yang ditanggung perusahaan.·
Sumbangan.·
Catatan : terdapat pengecualian,
misalnya seragam satpam/kerja, makan untuk semua pegawai ditempat kerja,
sumbangan-sumbangan tertentu misalnya: sumbangan dalam rangka penanggualangan
bencana nasional, sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sumbangan dalam
rangka penelitian dan pengembangan, dapat dikurangkan.
|
b
|
Keterbatasan pilihan dalam
menentukan metode Pembukuan/ Akuntansi
|
Dalam hal penyusutan, Fiskal hanya
mengenal metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun. Fiskal tidak
mengenal penyusutan lainnya misalnya: Metode Penyusutan berdasarkan jam Jasa,
Metode Penyusutan berdasarkan Hasil Produksi. Demikian juga tidak
dikenal adanya nilai residu dalam hal penyusutan fiskal.
Dalam hal penilaian
persediaaan/harga pokok, Fiskal hanya mengenal metode FIFO dan Metode
Rata-rata. Fiskal tidak mengenal metode lainnya misalnya: metode LIFO,
Lower Cost or Market dsb.
Dalam hal terdapat kerugian karena
adanya piutang tak tertagih, fiskal hanya mengenal pembebanan secara langsung
dengan syarat-syarat tertentu. Pada dasarnya Fiskal tidak mengenal
metode pencadangan untuk hal tersebut.
|
c
|
Diakui sebagai biaya dengan syarat
|
Pengeluaran tertentu dapat diakui
sebagai biaya apabila dipenuhi sya-ratnya. Misalnya biaya entertaintment
dapat dikurangkan sebagai biaya apabila disertai dengan daftar nominatif.
|
d
|
Tidak sepenuhnya diakui
sebagai beban usaha
|
Penyusutan mobil sedan dan
pemeliharaannya, pulsa telepon seluler, hanya diakui sebagai beban sebesar
50% dalam perhitungan Laba Fiskal.
|
e
|
Terdapat penghasilan tertentu yang
dipisahkan.
|
Penghasilan-penghasilan tertentu
yang dikenakan PPh Final, baik peng-hasilan maupun biayanya dipisahkan dari
penghasilan lainnya. Misalnya penghasilan dari bunga deposito, hasil dari
sewa ruko.
|
Dengan demikian sebenarnya yang
harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja, sehingga tidaklah
sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan Laba
Komersial.
Karena adanya perbedaan tersebut
maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui adanya Laba Komersial perlu
dilakukan koreksi fiskal.
Koreksi fiskal dapat merupakan
Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah koreksi
fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba
Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi
fiskal atas Laba Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba
Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial.
Untuk keperluan koreksi fiskal
tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba Komersial dengan
Laba Fiskal.
5. Penghasilan Tidak Kena
Pajak
Setelah didapat jumlah penghasilan
neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi,
dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jumlah
PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak secara
relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai
berikut :
Sd 2004
|
2005
|
2006s.d 2008
|
Mulai 2009
|
Mulai 2013
|
||
a
|
Diri wajib pajak
|
Rp2.880.000,00
|
Rp12.000.000,00
|
Rp13.200.000
|
Rp15.840.000
|
Rp24.300.000
|
b
|
Tambahan untuk wajib pajak yang
kawin
|
Rp1.440.000,00
|
Rp1.200.000,00
|
Rp1.200.000
|
Rp1.320.000
|
Rp2.025.000
|
c
|
Tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
|
Rp2.880.000,00
|
Rp12.000.000,00
|
Rp13.200.000
|
Rp15.840.000
|
Rp24.300.000
|
d
|
Tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhya, paling banyak 3 orang
|
Rp1.440.000,00
|
Rp1.200.000,00
|
Rp1.200.000
|
Rp1.320.000
|
Rp2.025.000
|
Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan
pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan tanggungan keluarga pada tahun
berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk tahun tersebut belum
mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.
Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga
karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.
Dimaksud sebagai keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan ibu dari wajib pajak.
Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah
ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan syarat
menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga
orang.
6. Kompensasi Kerugian
Sebagaimana disebutkan dimuka
setelah diperoleh jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena
pajak dikurangi terlebih dahulu dengan kerugian tahun-tahun sebelumnya apabila
ada, yang lazim disebut kompensasi kerugian. Untuk lebih memudahkan memahaminya
dibawah ini disajikan sebuah contoh sebagai berikut :
PT ABC pada tahun 2009 menderita
kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000.
Dalam lima tahun berikutnya
diperoleh laba fiskal sebagai berikut :
Tahun 2010 laba fiskal
Rp200.000.000,00
Tahun 2011 rugi fiskal
Rp300.000.000,00
Tahun 2012 laba fiskal Nihil
Tahun 2013 Laba fiskal
Rp100.000.000,00
Tahun 2014 Laba fiskal
Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dihitung sebagai
berikut :
2009
|
Rugi Fsikal
|
(Rp1.200.000.000,00)
|
2010
|
Laba Fiskal
|
Rp200.000.000,00
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
|
2011
|
Rugi Fiskal
|
(Rp300.000.000,00)
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
|
2012
|
Laba Fiskal
|
Nihil
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
|
2013
|
Laba fiskal
|
Rp100.000.000,00
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp900.000.000,00)
|
|
2014
|
Laba fiskal
|
Rp800.000.000,00
|
Sisa rugi fiskal tahun 2009
|
(Rp100.000.000,00)
|
Sisa rugi fiskal 2009 sebesar
Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun 2014 tidak dapat
dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya.
Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat
dikompensasikan dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena
jangka waktu kompensasi dibatasi untuk waktu lima tahun.
7. Menghitung Pajak
Penghasilan/Penerapan Tarif PPh
Setelah diketahui jumlah penghasilan
kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak penghasilan adalah
menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17 Undang
Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Sampai dengan tahun 2008
a. Untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
|
1
|
Sampai dengan Rp25.000.000,00
|
5%
|
2
|
Diatas Rp25.000.000,00 sampai
dengan Rp50.000.000,00
|
10%
|
3
|
Diatas Rp50.000.000,00 sampai
dengan Rp100.000.000,00
|
15%
|
4
|
Diatas Rp100.000.000,00 sampai
dengan Rp200.000.000,00
|
25%
|
5
|
Diatas Rp200.000.000,00
|
35%
|
b. Untuk Wajib Pajak Badan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
|
1
|
Sampai dengan Rp50.000.000,00
|
10%
|
2
|
Diatas 50.000.000,00 sampai dengan
Rp100.000.000,00
|
15%
|
3
|
Diatas Rp100.000.000,00
|
30%
|
Mulai tahun 2009
a. Untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
|
1
|
Sampai dengan Rp50.000.000
|
5%
|
2
|
Diatas Rp50.000.000 sampai dengan
Rp250.000.000
|
15%
|
3
|
Diatas Rp250.000.000 sampai dengan
Rp500.000.000
|
25%
|
4
|
Diatas Rp500.000.000
|
30%
|
Contoh penerapan tarif untuk wajib
pajak orang pribadi
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp600.000.000
5%
|
Rp50.000.000
|
Rp2.500.000
|
15%
|
Rp200.000.000
|
Rp30.000.000
|
25%
|
Rp250.000.000
|
Rp62.500.000
|
30%
|
Rp100.000.000
|
Rp30.000.000
|
Jumlah
|
Rp125.000.000
|
Tarif tertinggi untuk wajib pajak
orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
b. Untuk Wajib Pajak
Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.
Contoh penerapan tarif untuk wajib
pajak badan
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp1.250.000.000. Peredaran Bruto sebesar Rp51.000.000.000.
PPh terutang 28% x Rp1.250.000.000 =
RpRp350.000.000.
Tarif tersebut menjadi 25% yang
mulai berlaku sejak tahun 2010.
c. Bagi Wajib Pajak Dalam
Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.
d. Bagi Wajib Pajak Dalam
Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar
rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).
Contoh Penerapan Tarif
Peredaran Bruto
|
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
|
PPh Terutang
|
|
1
|
4.500.000.000
|
562.500.000
|
14%
|
78.750.000
|
2
|
25.000.000.000
|
3.125.000.000
|
||
2a
|
4.800.000.000
|
600.000.000
|
14%
|
84.000.000
|
2b
|
20.200.000.000
|
2.525.000.000
|
28%
|
707.000.000
|
791.000.000
|
9. Norma Penghitungan
Pada prinsipnya wajib pajak baik
wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan diwajibkan untuk
menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut penghasilan
kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak
mampu menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak
memberikan kemungkinan bahwa wajib pajak boleh tidak menyelenggarakan pembukuan,
namun cukup menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :
WP dimaksud adalah WP Orang Pribadi;·
Peredaran brutonya dalam satu tahun tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00·
WP memberitahukan sebelumnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.·
Pencatatan sebagai dimaksudkan
dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran
bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai dasar
untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang
didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.
Norma penghitungan adalah pedoman
untuk memghitung besarnya penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma
Penghitungan digunakan untuk menghitung pajak terhadap wajib pajak yang
diijinkan untuk hanya mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi disamping
diperuntukkan bagi wajib pajak yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan,
Norma Penghitungan diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan
pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan,
tidak bersedia menunjukkan pembukuan, bukti-bukti pembukuan pada saat dilakukan
pemeriksaan pajak. Penerapan Norma Penghitungan yang terakhir ini disertai
dengan pemberian sanksi administrasi. [psl 14 (5) PPh].
Contoh Penerapan Norma Penghitungan
untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib pajak yang tidak menyelenggarakan
pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan, dan telah mendapatkan ijin dari
Dirjen Pajak.
Tahun 2010
Peredaran usaha WP Orang Pribadi
pedagang Tekstil …….. Rp4.000.000.000.
Penghasilan Netto
30%……………………………………………….. Rp1.200.000.000.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),
Kawin dengan 3 anak
Diri WP ……………………… Rp.15.840.000·
Tambahan karena kawin Rp 1.320.000·
Tambahan 3 anak ………·
Rp 3.960.000
Jumlah……………………………………………………………..…………..Rp
21.120.000
Penghasilan Kena Pajak
……………………………………………… Rp1.178.880.000
Pajak Penghasilan terutang:
5% x Rp 50.000.000
= Rp 2.500.000
15% x Rp250.000.000
= Rp 30.000.000
25% x
Rp250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp678.880.000
= Rp203.664.000
Jumlah ………………………………
Rp298.664.000
[ pasal 14 PPh jo Kep-536/PJ/2000 ]
Fasilitas perpajakan diberikan untuk
memberikan kemudahan bagi sektor-sektor usaha tertentu dengan pertimbangan
tertentu, misalnya daya saing, penyerapan lapangan kerja dan perlindungan
kepentingan umum. Adapun berbagai fasilitas dan insentif perpajakan bagi wajib
pajak badan, sebagai berikut :
1. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan tarif pajak
a. Fasilitas tarif pasal 17 ayat (2B) UU PPh
Dimana fasilitas ini diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor, diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
b. Fasilitas tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh
Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
1. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan tarif pajak
a. Fasilitas tarif pasal 17 ayat (2B) UU PPh
Dimana fasilitas ini diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor, diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
b. Fasilitas tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh
Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
2. Fasilitas
perpajakan yang berkaitan dengan non tarif atau insentif
Fasilitas ini dapat berupa pajak dibebaskan, tidak dipungut, atau ditanggung pemerintah.
a. Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu.
Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, serta melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada pada bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan,
2) Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,
3) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,
4) Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.
Fasilitas ini dapat berupa pajak dibebaskan, tidak dipungut, atau ditanggung pemerintah.
a. Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu.
Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, serta melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada pada bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan,
2) Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,
3) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,
4) Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.
b. Fasilitas untuk
PPN atau PPnBM
Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan pembebasan dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya. Jadi pihak-pihak yang memiliki usaha dan membantu kehidupan bangsa akan mendapat fasilitas perpajakan. Misalnya kegiatan yang sifatnya untuk menyendiakan alat-alat TNI, POLRI, dll. Dan kegiatan yang meningkatkan kecerdasan bangsa seperti buku-buku pelajaran, dll.
Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan pembebasan dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya. Jadi pihak-pihak yang memiliki usaha dan membantu kehidupan bangsa akan mendapat fasilitas perpajakan. Misalnya kegiatan yang sifatnya untuk menyendiakan alat-alat TNI, POLRI, dll. Dan kegiatan yang meningkatkan kecerdasan bangsa seperti buku-buku pelajaran, dll.
3. Fasilitas yang
membutuhkan surat keterangan bebas (SKB)
SKB dapat diajukan oleh WP kepada kantor pajak yang terkait dengan kewajiban PPh pasal 21, PPh pasal 22 misal atas impor emas batangan untuk ekspor emas batangan, PPh pasal 23 atas pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, SKB terkait PPN.
SKB dapat diajukan oleh WP kepada kantor pajak yang terkait dengan kewajiban PPh pasal 21, PPh pasal 22 misal atas impor emas batangan untuk ekspor emas batangan, PPh pasal 23 atas pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, SKB terkait PPN.
4. Fasilitas
perpajakan terkait kondisi-kondisi tertentu
a. Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
Fasilitas ini berkaitan dengan pengembalian kelebihan pajak yang mana wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui penelitian tanpa pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN.
b. Pengurangan PPh pasal 25 karena keadaan perubahan usaha
c. Fasilitas perpajakan karena pengecualian terkait kondisi tertentu
a. Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
Fasilitas ini berkaitan dengan pengembalian kelebihan pajak yang mana wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui penelitian tanpa pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN.
b. Pengurangan PPh pasal 25 karena keadaan perubahan usaha
c. Fasilitas perpajakan karena pengecualian terkait kondisi tertentu
Demikian postingan dari admin
@tanyaPAJAK. Kalau ada kesalahan ketik/peraturan pajak yang berlaku silahkan
comment. Maklum admin juga manusia yang tidak sempurna.
Semoga tulisan ini berguna.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete